Ia lahir di Sulawesi Selatan, tepatnya di Makassar, sebuah kawasan
selatan Sulawesi yang indah nan luas dengan pemandangan laut yang
eksotis. Ia terlahir dengan nama Denny Sumargo.
Ia terlahir
sebagai buah kasih pasangan Nazzarudin dan Meiske Sumargo. Ayahnya,
seorang Angkatan Laut asal Padang, Sumatera Barat yang jatuh cinta pada
eksotika Luwuk Bangawi.
Kenangan masa kanak-kanak masih terekam
terang di benak Denny. Saat-saat ia bersama sang ibu duduk di bibir
pantai sembari menikmati es kelapa diiringi sang mentari yang kembali
ke peraduan. Sejak kecil, Denny terbiasa hidup mandiri. Ia juga sangat
keras kepala, sifat yang diwariskan oleh ibunya yang berwatak keras dan
pekerja keras. Tidak banyak hal yang ia ingat tentang sosok ayahnya,
sebab sejak ia berada dalam kandungan, ayahnya bercerai dari sang ibu.
Patahkan keraguan
Masa
kecil hingga remaja, ia habiskan secara nomaden. Ia berpindah dari satu
kota ke kota lainnya. Itulah yang membuat Denny tak bisa menyebutkan
secara pasti di mana SD dan SMP tempat dia dulu bersekolah. Yang bisa
disebutkan dengan jelas adalah SMA Rajawali dan Cendrawasih Makassar.
Karena, di tempat inilah Denny mengawali perjuangannya di dunia basket.
Perjuangannya
di dunia bola ranjang ini, awalnya tak mendapat restu dari sang ibu.
Namun, justru itulah yang membuatnya kian membulatkan tekad. Ia ingin
membuktikan dan mematahkan pendapat yang meragukan kemampuannya. “Semua
berawal dari ekstrakurikuler di SMA. Sebenarnya nggak cuma basket yang
gue bisa, sepak bola, karate dan voli, gue bisa. Tapi, hati gue lebih
ke basket,” cerita Denny saat ditemui usai pertandingan di kawasan
Senayan, Jakarta Selatan, beberapa waktu lalu.
Denny sempat
memperkuat klub basket daerah di Makassar. Tahun 2000, Denny memutuskan
bergabung dengan klub nasional Aspac yang berhasil menyabet gelar Juara
I Kompetisi Bola Basket Utama (Kobatama) 2000-2002 dan Juara I Indonesian Basketball League (IBL) 2003.
Karirnya
di lapangan basket kian merambat naik. Tahun 2004, klub besar asal
Jakarta, Satria Muda Britama melirik pria yang memiliki tinggi badan
183 centimeter ini. Klub ini berniat menjadikan Denny sebagai andalan.
Usai kontrak di Aspac, Denny hengkang ke Satria Muda Britama. Di klub
inilah, Denny kerap menjadi bintang lapangan. Ia pun menjadi ikon dunia
basket Indonesia.
Pemuda tangguh kelahiran Makassar, 11 Oktober
1981 ini pun berhasil membawa Satria Muda Britama meraih berbagai
penghargaan. Tak hanya juara IBL di Tanah Air, ia pun ikut andil dalam
kejuaraan basket international South East Asean Basketball Association
(SEABA) tahun 2007 dan berhasil memboyong juara kedua. Sekarang, pria
yang gemar jalan-jalan dan membaca ini bergabung dengan klub Garuda
Flexi Bandung. Tahun lalu, klub ini mampu bertengger sebagai Juara II
IBL.
Satu pengalaman yang tak pernah Denny lupakan adalah ketika
ia mengalami cedera lutut, tahun 2004. Ia pun harus menjalani operasi
di salah satu rumah sakit di Filipina. Keluar dari rumah sakit, ia
masih harus melakukan terapi hingga Februari 2005. Kiprahnya di
lapangan basket pun mengalami pasang surut. Apalagi, sejak ia dianggap
menjadi pemain yang sering berkonflik, baik dengan manajemen klub
maupun dengan pelatih. Tapi, semua anggapan itu, menurut Denny, adalah
bumbu-bumbu kehidupan yang membuat karakternya bertambah kuat. Berkat
kerja keras dan kegigihannya, Denny dinobatkan sebagai Simbol Liga Bola
Basket Indonesia 2008.
Nomor 22
Awalnya, Denny kerap
mengenakan kostum bernomor punggung tujuh. Namun, pihak klub mengganti
nomor tujuh dengan nomor 22. “Saya terima saja, daripada tidak!” kata
pemuda yang mengidolakan Michael Jordan dan Kobe Bryant, pebasket dari
Amerika Serikat, sembari tertawa. Tak diduga, ternyata banyak peristiwa
penting dalam hidupnya yang terjadi identik dengan angka 22. Ulang
tahun sang ibu tercinta jatuh pada tanggal 22. Lalu, ia pernah meraih top scorer pada tahun 2006 dengan score 22.
Pengalaman
itu pun menorehkan sepercik iman dalam hatinya. Ia tak pernah menyesal
dengan semua yang telah diterimanya. “Tuhan selalu turut andil dalam
hidup, bahkan sebelum gue berada di dalam kandungan,” ujarnya
serius. Denny pun selalu bersyukur dengan semua yang telah dicapainya
hingga sekarang. Namun, tidak lantas membuatnya berpuas hati. Bagi
Denny, sederet pujian dan prestasi yang diraihnya adalah sebuah
peringatan agar dirinya tak cepat sombong. “Harus tetap bisa berkarya
dengan memaksimalkan semua potensi,” imbuh warga Paroki St Yohanes
Penginjil Blok B, Jakarta Selatan ini.
Disiplin
Sarjana
lulusan Sekolah Bisnis Gunung Sewu, Jakarta Barat ini pun tidak pernah
meninggalkan kedisiplinan dalam kegiatannya sehari-hari. Jadwal
kegiatan yang padat harus diatur. Dia memaksa dirinya agar dapat
mengatur waktu untuk latihan basket, bisnis, dan kumpul bersama
rekan-rekannya.
Pemuda berusia 28 tahun ini selalu menggenggam
prinsip: selalu berpikir maju dan menciptakan masa depan yang baik.
Itulah motto hidupnya. Dengan prinsip ini, Denny tak mau terkungkung di
lapangan basket saja. Terbukti, kini Denny telah mengembangkan sayap
dengan merambah dunia wiraswasta. Ia memiliki restoran masakan khas
Makassar di Jakarta dan toko pakaian di kawasan Tanah Abang. Wajah dan
gayanya pun kerap menghiasi layar kaca sebagai bintang iklan produk
minuman kesehatan. Dan, semua kegiatannya itu dibarengi dengan disiplin
yang tinggi.
1.001 impian
Agar semua kisah, kenangan, dan pengalaman itu tak menguap lenyap, Denny menyuguhkan sebuah buku berjudul ‘Denny Sumargo: Dan Saya pun Bisa’. Buku
yang ditulis Agnes Davonar ini mengungkap perjuangan Denny mengatasi
segala kesulitan yang pernah ia hadapi semasa meniti karir di dunia
basket. “Semoga bisa menjadi inspirasi bagi orang yang membaca. Gue senang bisa ikut ambil bagian dalam sejarah,” urainya.
Ia
tak pernah melupakan dunia yang telah membesarkannya, yakni basket.
Maka, ia menyelipkan sebuah pesan kepada mereka yang ingin menekuni dan
berkarir di lapangan basket. “Yang terpenting, jangan pernah menyerah,
tetap giat dalam berlatih, dan harus ada disiplin yang tinggi,”
tuturnya memberi tips.
Masih ada 1.001 impian yang ingin Denny
wujudkan. Ia ingin sekali pergi ke suatu tempat di mana dia bisa
memberi sumbangsih bagi orang-orang miskin, lapar, dan tersingkir.
Denny Sumargo
04.02 |
Label:
atlet basket
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar